Pengertian Beban Mati Bangunan, Berdasarkan PPIUG 1983 dan SNI 1727-2013
Di dalam
perhitungan struktur, untuk menganalisis suatu bangunan, tentunya kita terlebih
dahulu harus mengetahui beban-beban apa saja yang bekerja pada bangunan
tersebut. Tentunya antara bangunan satu dengan yang lain beban yang terjadi terdapat perbedaan,
tergantung kondisi dan wilayah
bangunan tersebut berdiri.
Oleh karena itu, tentu harus ada acuan yang dapat digunakan sebagai bahan
untuk menganalisis sebuah bangunan. Maka
Di Indonesia sendiri (seperti negara-negara lain) menetapkan
peraturan tersebut. Dimana, di dalam peraturan tersebut
menjelaskan seperti apa beban yang
terjadi, berapa besarnya, dan kapan beban tersebut harus diinputkan ke dalam bangunan.
Beberapa contoh Peraturan yang sering digunakan untuk
menganalisis suatu bangunan antara lain :
- Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
- Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
- Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.
- Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, dll
Dan diantara beban-beban yang dijelaskan dalam peraturan tersebut, maka
pada kesempatan kali ini saya akan mencoba menjelaskan beban mati. Dimana saya
mencoba menjelaskan berdasarkan peraturan untuk bangunan gedung.
Pengertian Beban Mati Bangunan
Jika kita meninjau
SNI 1727-2013 Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur
Lain, maka definisi beban mati adalah sebagai berikut :
Beban mati adalah berat
seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai,
atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan
komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang
lain termasuk beban keran.
Sumber : SNI 1727-2013 (Beban
Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain) Pasal 3.1.1 Definisi Hal. 15
Namun jika kita lihat pada peraturan PBI 1983, maka pengertian beban mati :
Beban Mati ialah berat dari semua
bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian,
mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari gedung itu.
Sumber : PPIUG 1983 (Peraturan
Pembebaban Indonesia Untuk Gedung) Bab 1. Pasal 1.0 Pengertian Beban hal 7.
Kita bisa melihat, tidak ada perbedaan yang mencolok ya. Selanjutnya. Didalam SNI 1727-2013 diperjelas lagi untuk berat bahan dan
konstruksi dan berat peralatan layan tetap.
dimana, pengertian
dari berat bahan konstruksi dan berat peralatan layan dapat dijabarkan sesuai
dengan SNI 1727-2013 Pasal 3.1.2 dan 3.1.3, sebagai berikut
A. Berat bahan dan konstruksi
Dalam menentukan
beban mati untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan konstruksi yang
sebenarnya, dengan ketentuan bahwa jika tidak ada informasi yang jelas, nilai
yang harus digunakan adalah nilai yang disetujui oleh pihak yang berwenang.
Sumber : SNI 1727-2013 (Beban
Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain) Pasal 3.1.2 Berat bahan dan konstruksi Hal. 15
Mungkin kita bertanya-tanya, besarnya nilai berat bahan dan konstruksi
didapatkan dari mana? Padahal tentu akan berbeda berat bahan dan konstruksi
untuk bangunan gedung berbahan beton dengan berbahan baja.
Dengan kecangihan teknologi saat ini, sebenarnya kita dapat dengan mudah
menemukan berat bahan yang akan digunakan untuk membuat sebuah bangunan. Karena
beberapa penjual bahan bangunan akan memberikan spesifikasi bahan yang mereka
jual. Kita bisa menjumpainya di katalog, majalah, website resmi, dll.
Apalagi masing-masing dari kita memiliki android, yang dapat dengan mudah
menemukan informasi tersebut melalui internet. Sehingga kita dapat dengan mudah
mengetahui berat suatu bahan yang akan kita gunakan nantinya.
Namun, sebenarnya ada cara lain yang dapat kita gunakan untuk mengetahui
berat bahan. Dan itu juga berdasar, sehingga kita tidak dicap ngawur dalam menentukan
besarnya berat jenis suatubahan yang digunakan. Yaitu dengan melihat peraturan
lama pada PPIUG 1983 (Peraturan
Pembebanan Indonesia Untuk Gedung). Seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.
Bahan Bangunan
|
|
Baja
|
7.850 kg/m3
|
Batu alam
|
2.600 kg/m3
|
Batu belah, batu bulat, batu gunug (berat tumpuk)
|
1.500 kg/m3
|
Batu karang (berat tumpuk)
|
700 kg/m3
|
Batu pecah
|
1.50 kg/m3
|
Besi tuang
|
7.250 kg/m3
|
Beton1
|
2.200 kg/m3
|
Beton Bertulang2
|
2.000 kg/m3
|
Kayu(Kelas 1)3
|
1.000 kg/m3
|
Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa
diayak)
|
1.650 kg/m3
|
Pasangan Bata Merah
|
1.700 kg/m3
|
Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung
|
2.200 kg/m3
|
Pasangan batu cetak
|
2.200 kg/m3
|
Pasangan batu karang
|
1.500 kg/m3
|
Pasir (kering udara sampai lembab)
|
1.600 kg/m3
|
Pasir (jenuh air)
|
1.800 kg/m3
|
Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab)
|
1.850 kg/m3
|
Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab)
|
1.700 kg/m3
|
Tanah, lempung dan lanau (basah)
|
2.000 kg/m3
|
Timah hitam (timbel)
|
11.400 kg/m3
|
Komponen Gedung
|
|
Adukan, per cm tebal :
- dari semen
- dari kapur, semen merah atau trash
|
21 kg/m2
17 kg/m2
|
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm
tebal
|
14 kg/m2
|
Dinding pasangan bata merah :
- satu bata
- setengah bata
|
450 kg/m3
250 kg/m2
|
Dinding pasangan batako :
Berlubang :
- Tebal dinding 20 cm (HB 20)
- Tebal dinding 10 (HB 10)
Tanpa lubang :
- Tebal dinding 15 cm
- Tebal dinding 10 cm
|
200 kg/m2
100 kg/m2
300 kg/m2
200 kg/m2
|
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya,
tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :
- semen asbes (eternit dan baha lain sejenis) dengan
tebal maksimum mm
- kaca, dengan tebal 3-4 mm
|
11 kg/m2
10 kg/m2
|
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa
langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup maksimum 200
kg/m2
|
40 kg/m2
|
Penggantung lanigt-langit (dari kayu) dengan bentang
maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,8 m
|
7 kg/m2
|
Penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per m2
bidang atap
|
50 kg/m2
|
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2
bidang atap
|
40 kg/m2
|
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gording
|
10 kg/m2
|
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan
beton,tanpa adukan per cm tebal
|
24 kg/m2
|
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm)
|
11 kg/m2
|
Catatan :
1 Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi
2 untuk beton getar, beton kejut, beton mampat, dan beton padat lain
sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri.
3 Nilai ini adalah nilai rata-rata; untuk jenis-jenis kayu tertentu
lihat NI 5 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.
Sumber : PPIUG 1983 (Peraturan
Pembebaban Indonesia Untuk Gedung) Bab 2. Tabel 2.1Berat sendiri bahan bangunan
dan komponen gedung hal 11.
Memang yang dijelaskan pada tabel tersebut hanyalah beberapa bahan yang
benar-benar mewakili bahan-bahan yang sering digunakan.
Lalu bagiamana dengan bahan-bahan baru yang saat ini sudah mulai digunakan
pada pembangunan gedung, seperti baja ringan, bata ringan, dinding partisi,
dll.
Kembali lagi pada pembahasan sebelumnya. Yaitu kita dapat dengan mudah
mengetahuinya melalui media cetak maupun media online. Tentunya dengan
persetujuan pihak yang berwenang untuk menentukan manakah berat bahan yang akan
digunakan.
B. Peralatan Layan Tetap
Seperti yang dijelaskan di dalam SNI 1727-2013, maka pengertian berat
peralatan layan tetap adalah sebagai berikut.
Berat peralatan layan tetap : Dalam menentukan
beban mati
rencana, harus diperhitungkan berat peralatan layan yang digunakan dalam
bangunan gedung seperti plumbing, mekanikal elektrikal, dan alat pemanas,
ventilasi, dan sistem pengondisian udara.
Sumber : SNI 1727-2013 (Beban
Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain) Pasal 3.1.3 Berat peralatan layan tetap Hal. 16
Tentunya sebuah gedung tidak akan pernah lepas dari yang namanya plumbing, mekanikal elektrikal, dan alat pemanas, ventilasi, dan
sistem pengondisian udara. Oleh
karena itu maka berat-berat yang diakibatkan oleh peralatan layan tersebut wajib untuk dihitung. Agar bangunan
benar-benar memberikan rasa aman dan nyaman kepada penghuninya.
Kombinasi Pembebanan
Rupanya beban mati yang kita bahas sebelumnya tidak serta merta langsung
kita inputkan ke dalam suatu software atau kita hitung manual untuk
menghasilkan sebuah analisa. Karena kenyataannya beban mati tidak bekerja
sendirian. Ada beban-beban lain yang ikut serta membebani bangunan gedung atau
struktur selain gedung.
Oleh karena itu ditetapkanlah kombinasi pembebanan beserta besaran
koefisien dari masing-masing beban. Dan ini dijelaskan secara mendetail pada
bab kombinasi pembebanan.
Jika melihat PPIUG 1983 (Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung).
Kombinasi beban cukup simpel.
Pembebanan Tetap =
M + H
Pembebanan Sementara = M + H + A
=
M + H + G
Pembebanan Khusus = M + H + K
=
M + H + A + K
= M + H + G
+ K
Dimana koefisien untuk beban mati nilai
koefisiennya sama, baik pembebanan tetap, sementara, ataupun khusus.
Sementara untuk kombinasi pembebanan
pada SNI 1727-2013 mengalami perbedaan.
Untuk mengetahui secara detail maka kita berlanjut pada Pasal 2 SNI 1727-2013 yaitu tentang
Kombinasi beban.
Pada pasal 2.1 tertulis : Bangunan
gedung dan struktur lainnya harus dirancang menggunakan ketentuan pasal 2.3
atau 2.4. bila elemen struktur dirancang berdasarkan material standar atau
spesifikasi tertentu harus dirancang secara khusus menurut padal 2.3 atau padal
2.4
Untuk beban mati
sendiri, disimbolkan dengan D pada kombinasi beban. Dan kita bisa
melihat bagaimana koefisien tersebut berganti-ganti sesuai dengan kombinasi
beban yang ada.
Diatas disebutkan jikalau bangunan gedung atau struktur lain harus
dirancang menggunakan kombinasi beban sesuai dengan padal 2.3 atau 2.4.
dan apabila elemen struktur (yang ada di
dalam struktur) dirancang berdasarkan material standar atau spesifikasi
tertentu juhga harus melihat kombinasi beban pada pasal 2.3 atau 2.4.
Yuk kita lihat bagaimana penjelasan pada setiap pasal.
Pasal 2.3 Kombinasi beban terfaktor
yang digunakan dalam metode desain kekuatan
Pada pasal ini, segala komponen gedung
atau struktur yang lain harus dirancang sedemikian rupa sehingga nilai desainnya
sama atau lebih besar dari efek yang ditimbulkan kombinasi-kombinasi yang ada.
Dimana kombinasi-kombinasi tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut :
- 1,4D
- 1,2D+ 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R)
- 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W)
- 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)
- 1,2D + 1,0E + L + 0,2S
- 0,9D + 1,0W
- 0,9D + 1,0E
Disini kita dapat melihat bahwasanya
faktor koefisien beban mati memiliki besaran yang berbeda. Tergantung dari
kombinasi bebannya. Mulai dari 1,4 hingga yang terendah 0,9.
Berarti ketika kita menghitung beban
mati suatu bagunan, maka harus dikalikan koefisien 1,4 hingga 0,9 tergantung
kombinasi mana yang kita gunakan.
Contoh, ketika kita menghitung beban
mati sebesar 200 Ton. Maka beban tersebut harus dikalikan koefisien seperti
yang dijelaskan di atas.
1,4 D = 1,4 x 200 = 280 Ton
1,2 D = 1,2 x 200 = 240 Ton
0,9D = 0,9 x 200 = 180 Ton
Pasal 2.4 Kombinasi beban nominal
yang menggunakan desain tegangan izin
Pada pasal 2.4.1 dijelaskan
Beban yang tercantum di sini harus
dianggap bekerja dalam kombinasi berikut; mana saja
yang menghasilkan efek yang paling
tidak baik di dalam bangunan gedung, fondasi, atau komponen struktural yang diperhitungkan.
Efek dari satu atau lebih beban yang tidak bekerja harus dipertimbangkan.
Berbeda seperti pasal 2.3. di pasal 2.4 koefisien untuk beban mati tidaklah
besar
- D
- D + L
- D + (Lr atau S atau R)
- D + 0,75L + 0,75 (Lr atau S atau R)
- D + (0,6W atau 0,7E)
- D + 0,75L + 0,75(0,6W) + 0,75(Lr atau S atau R) (a)
- D + 0,75L + 0,75(0,7E) + 0,75S (b)
- 0,6D + 0,6W
- 0,6D + 0,7E
Lihat, besaran koefisien beban mati
hanyalah 0,6 hingga 1 ( tertulis D, sebenarnya 1D)
Lalu ketika kita mendesain, kombinasi mana yang kita gunakan, Kombinasi
beban terfaktor atau kombinasi beban nominal?
Sebaiknya gunakan kombinasi beban terfaktor, seperti yang dijelaskan pada
pasal 2.3. agar bangunan yang kita desain benar-benar aman.
Apakah menggunakan kombinasi beban nominal tidak aman?
Aman, karena masih dalam batas tegangan yang sesuai
dengan bahan yang digunakan. Dan beban yang terjadi (kondisi dilapangan)
tentunya sesuai dengan kombinasi beban nominal.
Namun hal ini tentu saja memberikan rasa aman lebih kepada kita ketika
menggunakan Kombinasi beban terfaktor. Karena pasti ada hal-hal diluar kendali
kita sebagai perencana, entah pada saat pelaksanaan ataupun penggunaan bagunan
tersebu. Maka beban-beban yang diluar perhitungan sudah ter cover oleh koefisien tersebut.
Itulah pengertian beban
mati yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi anda yang saat ini belajar
perhitungan struktur. Sampai jumpa di artikel berikutnya.
Komentar
Posting Komentar