Kegagalan Struktur Bangunan

Sumber gambar : https://www.ready.marines.mil/About-Ready-Marine-Corps/Photos/igphoto/2001690132/

Pastinya bukan hanya dari pihak perencana saja yang menginginkan gedung yang dibangun aman dan nyaman, masyarakat yang membutuhkannya pun pasti menginginkan hal demikian. Bahkan dapat menyelamatkan kehidupan mereka ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sepreti bencana alam gempa bumi.

Maka tentulah perencanaan yang matang dalam membangun sebuah gedung sangat diperlukan. Bahkan sampai hal-hal detail harus senantiasa diperiksa dan diawasi, agar jangan sampai hal-hal tersebut justru malah menjadi sebuah “bom” yang dapat menghancurkan sebuah hasil karya.

Namun sekali lagi, secanggih-canggihnya sebuah teknologi untuk membantu merancang sebuah desain, ditambah kepintaran manusia yang semakin hari kita akui semakin bertambah. Nyatanya kegagalan struktur sampai saat ini masih terlihat sering terjadi.

Maka banyak kita lihat, bangunan-bangunan (baik didalam negeri maupun di luar negeri) yang sudah berdiri kokoh ataupun masih dalam tahap pembangunan, mengalami yang namanya kegagalan struktur.

Tentunya ada penyebab-penyebab yang tidak serta merta langsung ditujukan kepada satu pihak saja. Karena yang namanya sebuah perencanaan gedung, pastilah banyak pihak yang terlibat.
Bisa juga penyebab-penyebab tersebut bukan berasal dari “human error”, namun juga kekuatan alam yang sanggup menyapu bersih apa yang dibuat oleh manusia bahkan selama berpuluh-puluh tahun.


Definisi Kegagalan Struktur

Sebetulnya kegagalan struktur adalah saat dimaka sebuah struktur tidak mampu menahan beban yang terjadi.

Struktur yang sudah dirancang sedemikian rupa, tidak mampu menahan beban yang ada. Dimana akibat beban yang terjadi, dapat menimbulkan kerusakan kecil sampai terjadinya runtuh.


Penyebab Kegagalan Struktur

Menurut Feld dan Carper (1997), struktur bangunan dapat mengalami kerusakan dini (kegagalan)akibat hal-hal berikut1:
1. Lokasi yang beresiko
2. Ketentuan proyek yang tidak tepat
3. Kesalahan perencanaan
4. Kesalahan pelaksanaan
5. Material yang digunakan tidak sesuai
6. Kesalahan pemakaian
7. Beban tak terduga
Kita bahas satu persatu.

1. Pemilihan lokasi yang berisiko

Jika kita membangun di atas lokasi yang rawan terjadi sesuatu seperti gempa, banjir, longsor, tentunya akan beresiko tinggi terjadi kegagalan.

Namun segala resiko tersebut tentunya bisa diperhitungkan (dengan kecanggihan bantuan software) secara tepat dan didukung dengan teori-teori yang sudah terbukti dilapangan.

Benar-benar ditinjau dan dihitung dengan segala variabel yang ada. Sehingga menghasilkan beberapa solusi yang bisa diambil salah satunya atau bahkan beberapa . Tentunya hal ini membutuhkan tambahan biaya, untuk mendukung sebuah perencanaan. Dan itu memang sudah termasuk mekanisme yang harus dilalui. 

Maka, jika ingin bangunan kita aman. Pilihlah lokasi yang minim tingkat resikonya.

2. Ketentuan proyek yang tidak tepat

Antara pemilik dan selaku penerima tugas (perencana dan pelaksana) tidak terjadi komunikasi yang baik. Sehingga antara kebutuhan dan keinginan tidak berjalan seimbang. Jika keinginannya tinggi dan kebutuhannya ditekan, maka faktor kegagalan pun semakin besar. Sebaliknya, jika kebutuhannya ditingkatkan dan keinginannya ditekan, maka hasilnya juga tidak nampak bagus (dari segi arsitek). Maka solusinya harus seimbang antara keduanya. Dan ini pastinya membutuhkan komunikasi yang baik dari berbagai pihak.

Apa yang menjadi kendala sebisa mungkin dirundingkan untuk menemukan sebuah solusi. Tidak serta merta harus diwujudkan. Karena ada faktor safety yang jugaharus diiperhatikan.

Contoh : pemilik menginginkan sebah bangunan yang minim kolom. Sebuah ruang bebas dengan dimensi yang cukup besar. Namun rupanya dari segi perencanaan (sipil) kurang aman. Mungkin dari sisi arsitek bisa direkayasa. Namun pemilik tetap menginginkan hal tersebut. Sehingga ketika bangunan tersebut dibangun terjadilah kegagaln struktur.

Bisa juga ketika sudah direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan cukup safety. Namun kenyataan dilapangan, terjadi kecerobohan dari pihak pelaksana sehingga menyebabkan kekuatan struktur tersbeut tidak cukup baik untuk menahan beban yang terjadi.

3. Kesalahan perencanaan

Pihak perencana harus paham betul apa yang ia rencanakan. Mulai dari pemilihan dimensi hingga detail-detail yang sangat penting di dalam menahan beban rencana. Dimana semuanya telah diperhitungkan secara matang.

Kesalahan perencanaan pun bisa ditinjau dari banyak sisi.
  • Perhitungan yang kurang memperhitungkan seluruh elemen,
  • Pemilihan sistem perkuatan struktur yang tidak tepat,
  • Penggambaran yang kurang sempurna,
  • Kurangnya pemberian informasi spesifikasi bahan atau material yang digunakan,
  • Bahkan mereka hanya mengandalkan beberapa software yang tidak didukung dengan perhitungan dan teori yang cukup. Sehingga mereka berkeyakinan bahwa hanya dengan menggunakan software saja sudah cukup. Padahal banyak faktor yang juga harus diperhatikan dalam melakukan perencanaan.

4. Kesalahan pelaksanaan

Banyak sekali terjadi kasus dilapangan kegagalan struktur. Hal tersebut bisa disebabkan beberapa hal.

a. Seperti pemilihan metode kerja yang tidak tepat
b. Mengganti material yang lebih renah kualitasnya
c. Penggunaan alat kerja yang tidak tepat
d. Pekerja yang kurang terampil dalam pekerjaannya
e. Langkah-langkah kerja yang tidak teratur dan terukur dengan jelas

5. Material yang tidak bermutu

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Penggantian kualitas material bisa menyebabkan kegagalan struktur. Walaupun sudah diperhitungkan kembali. Namun tentu ada beberapa faktor yang tidak diperhatikan sehingga sangat rawan apabila terjadi pergantian material.

Kecuali, dimana pergantian tersbeut sudah dikonsultasikan dan dihitung kembali oleh pihak yang berkompeten. Barulah penggantian material dapat dilakukan.

6. Kesalahan penggunaan

Hal ini juga kadang terjadi, dimana bangunan yang semestinya digunakan atau berfungsi untuk menahan beban biasa, malah mendapatkan beban yang berlebih. Sehingga wajar jika terjadi kegagalan struktur.

Tentunya jika ingin difungsikan lain, dimana terlihat jelas adanya penambahan beban. Maka harus ada perkuatan struktur yang dilakukan sebelum bangunan tersebut benar-benar dihuni.


Selain hal-hal diatas, kegagalan struktur juga bisa diakibatkan sesuatu yang tidak terduga sebelumnya. Semisal terjadinya tsunami yang tidak terduga sebelumnya. Walaupun mungkin sudah diperhitungkan akan terjadinya tsunami. Namun ternyata beban stunami yang terjadi lebih besar daripada yang diperhitungkan sehingga terjadilah kegagalan struktur bangunan.

Kita lihat negara jepang, yang notabennya negara dengan banyak bencana alamnya. Sampai saat ini pun mereka sedang berupaya agar bangunan yang mereka dirikan bisa paling tidak dapat berdiri saat terjadi bencana. Namun, rupanya kejadian demi kejadian senantiasa memberikan efek yang berbeda. Sehingga masih tetap ada bangunan yang tidak mampu menaha beban tersebut.
Namun paling tidak, meminimalkan terjadinya korban jiwa.

Mekanisme Keruntuhan Struktur


Nah, setelah kita mengetahui apa saja penyebab kegagalan struktur sebuah bangunan. Maka langkah selanjutnya adalah kita harus mengetahui Mekanisme keruntuhan struktur. Dimana sebuah bangunan biasanya memberikan “kode” yang harus kita baca untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Jangan sampai “kode” tersebut dibiarkan berlalu begitu saja, tanpa adanya penanganan yang harusnya dilakukan.

Mekanisme keruntuhan struktur yang terjadi, bisa berupa :

- Buckling Stress (tegangan tekuk)
dapat ditandai dengan defleksi yang mendadak. Keadaan batas dari perubahan geometri tiba-tiba dari struktur atau setiap elemennya akibat kondisi beban kritis.2 Adapun definisi lain mengenai tegangan tekuk adalah suatu proses dimana suatu struktur tidak mampu mempertahankan bentuk aslinya.3

Fenomena tekuk atau buckling dapat terjadi pada sebuah kolom, lateral buckling balok, pelat dan cangkang (shell).

Jenis buckling dibagi menjadi 3, yaitu lateral buckling, torsional buckling, lentur-torsional buckling.
- Creep (rangkak)
Rangkak pada beton adalah peristiwa bertambahnya regangan pada beton akibat tegangan tekan yang cenderung tetap dan terjadi dalam waktu yang lama.4

- Fatigue
Akibat menerima beban secara terus menerus dalam jangka waktu panjang. Maka sebuah struktur bisa fatigue atau “letih” dalam bahasa sederhana. Hal ini terkait dengan material. Akibat pembebanan dalam jangka panjang, maka didalam material tersebut akan muncul retakan (ukuran mikroskopis). Dan jika hal tersebut berlanjut, maka akan meningkatkan tingkat fatigue suatu struktur.5

Atau bisa juga Keadaan batas dari permulaan retak dan berlanjut sebagai akibat dari penerapan beban hidup berulang.6
- Fracture(retak)
Facture adalah terbaginya suatu objek menjadi dua atau lebih potongan akibat beban yang diterima. Kurang lebih semacam itu.7

- Yielding (leleh, deformasi bertambah tanpa ada penambahan beban)
Keadaan batas dari deformasi inelastis yang terjadi sesudah tegangan leleh tercapai.8

- Thermal Shock (leleh, perubahan suhu)
Berkembangnya bagian-bagianyang berbeda dari suatu objek dengan jumlah yang berbeda, sehingga menyebabkan kegagalan struktur.9

- Korosi
Adalah proses alami akibat terkena senyawa kimia seperti oksida, hidroksida, dan sulfida.10 oleh karena itu jika akan membangun sebuah bangunan dengan kondisi senyawa kimia banyak dijumpai disuatu daerah. Maka dibutuhkan perencanaan khusus untuk melindungi struktur dari bahaya korosi tersebut.

Klasifikasi Tingkat Kerusakan Komponen Struktur

Untuk kerusakan komponen struktur. Kita dapat melakukan investigasi. Seberapa parahkah kerusakan yang terjadi atau hanya tergolong kerusakan ringan. Semua itu tertuang di Pemeriksanaan Kerusakan Bangunan Beton Bertulang Akibat Gempa Pd-T-2004-C10

Tingkat kerusakan komponen struktur dapat dihitung berdasarkan rasio kerusakan (D) dengan persaman berikut :
D = ΣDi i = 1, 2, 3, 4, dan 5
D1       = 10B1/A                     untuk B1/A < 0,5
D1       = 5                               untuk B1/A > 0,5

D2       = 26B2/A                     untuk B2/A < 0,5
D2       = 13                             untuk B2/A > 0,5

D3       = 60B3/A                     untuk B3/A < 0,5
D3       = 30                             untuk B3/A > 0,5

D4       = 100B4/A                   untuk B4/A < 0,5
D4       = 50                             untuk B4/A > 0,5

D5       = 1000B5/A                 untuk B5/A < 0,5
D5       = 50                             untuk B5/A > 0,5


Catatan :
Bi (i=1-5) adalah jumlah kolom yang diidentifikasi mengalami kerusakan tingkat ke-iatau panajng totaldinding struktur yang diidentifikasi mengalami kerusakan tingkat ke-i.

A adalah jumlah total kolom (struktur rangka) atau panjang todal dinding (tipe struktur dinding) yang diperiksa pada sebuah lantai bangunan.

Tingkat kerusakan berdasarkan rasio jumlah komponen struktur yang rusak terhadapkomponen total struktur yang sejenis (rasio kerusakan D) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

[Kecil]             : D < 5
[Ringan]          : 5 < D < 10
[Sedang]          : 10 < D < 50
[Berat]             : D > 50
[Runtuh]          : D5 = 50


Penentuan tingkat kerusakan komponen struktur dapat dilihat pada tabel 3. Jika kerusakan balok dalam sebuah rangka lebih berat dari kerusakan kolom, rangking kerusakan kolom dapat diganti dengan rangking kerusakan balok disekitarnya. Penentuan tingkat kerusakan dinding dapat dilihat pada tabel 4.


Tabel 3 Kriteria Rangking Kerusakan untuk Komponen Kolom dan Balok
Rangking Kerusakan
Deskripsi Kerusakan
1
Retak rambut dapat terlihat pada permukaan beton (lebar retak < 0,2 mm)
2
Retakan dapat terlihat jelas pada permukaan beton (lebar retakan kira-kira 0,2 – 1 mm)
3
-       Kehancuran lokal pada selimut beton
-       Retakan yang sangat jelas (lebar retakan kira-kira 1-2 mm)
4
-       Kehancuran beton sangat nyata dengan tulangan beton terlihat
-       Selimut beton hancur
5
-       Tulangan tertekuk
-       Inti penampang beton hancur
-       Deformasi vertikal pada kolom (dinding) dapat terlihat
-       Penurunan dan / atau kemiringan lantai dapat terlihat




Tabel 4 Kriteria Rangking Kerusakan untuk Komponen Dinding
Rangking Kerusakan
Deskripsi Kerusakan
I
Kerusakan Geser dengan retak rambut pada plesteran (lebar retak < 0,2 mm)
II
Retakan Geser dapat terlihat jelas pada Pasangan Bata/Batako (lebar retakan kira-kira 0 > 0,3 mm)
III
Retak lentur menyebar dan menerus pada perimeter dinding
IV
Dinding mengalami displacement horizontal (out of Plane)
V
Dinding jatuh sebagian atau total



Akibat Kegagalan Struktur Bangunan

Akibat dari kegagalan struktur suatu bangunan bisa berakibat fatal mulai dari

  • kerugian materi
  • menghilangkan nyawa seseorang
  • penghentian proyek untuk sementara atau bahkan seterusnya
  • berurusan dengan pihak yang berwajib
  • kehilangan kepercayaan dari pemilik
  • Namun bukan hanya itu saja, kerugian selain materi juga bisa. Seperti korban mengalami trauma yang berkepanjangan ketika ia memasuki sebuah bangunan lantaran pernah mengalami kejadian buruk sebelumnya.

Itulah sedikit pengetahuan yang hendak saya bagikan untuk anda semua. Semoga informasi ini dapt bermanfaat untuk kita semua agar benar-benar memperhatikan peraturan-peraturan dalam merencanakan sebuah bangunan dan mewujudkannya.




Sumber :
1. Penyebab dan mekanisme keruntuhan yang terjadi
http://rumahwaskita.com/artikel/definisi-kegagalan-bangunan/

2. Pengertian Buckling, Daftar Istilah di SNI 1729-2015

3. Pengertian Buckling Stress
http://blog.ub.ac.id/anastasiachellisa/2012/09/20/buckling-stress-tegangan-tekuk/
 
4. Pengertian Creep (rangkak beton)
https://duniatekniksipil.web.id/1791/rangkak-beton-beton-bisa-merangkak/

5. Pengertian Fatigue
https://en.wikipedia.org/wiki/Fatigue_(material)

6. Pengertian Fatigue, Daftar Istilah di SNI 1729-2015

7. Pengertian Fracture
https://en.wikipedia.org/wiki/Fracture

8. Pengertian Yielding, Daftar Istilah di SNI 1729-2015

9. Pengertian Thermal Shock,
https://en.wikipedia.org/wiki/Thermal_shock

10. Klasifikasi tingkat kerusakan komponen struktur, Pemeriksanaan Kerusakan Bangunan Beton Bertulang Akibat Gempa Pd-T-2004-C




































Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Beban Mati Bangunan, Berdasarkan PPIUG 1983 dan SNI 1727-2013

Pengertian Beban Hidup Bangunan, Berdasarkan PPIUG 1983 dan SNI 1727-2013